Selasa, 18 Juni 2013

Akhir tahun ajaran pendidikan di Indonesia ditandai dengan semaraknya para siswa berbagai jenjang pendidikan sibuk mempersiapkan diri menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Siswa TK menuju SD, siswa SD menuju SMP, siswa SMP menuju SMA, dan siswa SMA menuju Perkuliahan. Tentu yang paling menarik dari pergantian jenjang ini adalah siswa SMA menuju perkuliahan. Ketika siswa SMA dinyatakan lulus Ujian Nasional, maka gerbang perkuliahan telah terbuka perlahan di depan mata. Siswa SMA sibuk menyiapkan diri untuk mendapatkan kesempatan belajar di kampus dan jurusan terbaik. Tidak dapat dipungkiri bahwa Fakultas Kedokteran menjadi salah satu jurusan favorit bagi calon mahasiswa. Tidak peduli betapa pun mahalnya biaya pendidikan di fakultas ini, tetap tidak menurunkan animo calon mahasiswa untuk memilihnya.

Terlepas dari mahalnya biaya pendidikan di fakultas ini, kerap kali  menimbulkan sebuah pertanyaan kepada calon mahasiswa tersebut, “Mengapa ingin jadi dokter?”. Sebuah pertanyaan sederhana yang membuat mereka tertegun bahwa menjadi dokter bukan sekadar pamer masuk ke fakultas bergengsi atau sekadar membanggakan orang tua. Bukan hanya itu, menjadi dokter adalah panggilan jiwa yang tidak hanya membutuhkan hati yang bersih tetapi juga otak yang cerdas. Menjadi dokter bukan hanay sekadar sanggup membayar “biaya masuk” namun juga harus memiliki “otak encer” dalam bersaing secara sehat dengan ribuan pelajar hebat lainnya. Faktanya, Indonesia hingga saat ini masih membutuhkan tenaga kesehatan khususnya dokter karena total jumlah dokter hanya 110.000 orang dengan rasio 1 : 3.000 jumlah penduduk*. Namun bukan berarti 75 fakultas kedokteran yang ada di Indonesia harus selalu diserbu peminat hanya karena negeri kita ini masih membutuhkan pasokan dokter. Apalah arti peningkatan kuantitas fakultas kedokteran jika lulusan dokter terus berkurang kualitasnya karena “isi otak” yang kurang dibandingkan “isi dompet”.

Mahasiswa PSPD Unimal sedang menjalani latihan skills laboratorium.
Kesembuhan tidak saja bergantung dari kepintaran seorang dokter tetapi ditunjang oleh etika dan tata krama seorang dokter menghadapi pasien. Dua hal inilah yang sekiranya perlu digarisbawahi oleh calon mahasiswa kedokteran. Sudah siapkah menghabiskan waktu minimal lima tahun untuk selalu belajar, jatah tidur berkurang bahkan mental diuji selalu karena berhadapan dengan pasien gawat? Sudah siapkah mengurangi jatah bermain dan hidup enak? Bahkan perlu dipikirkan jika menjadi dokter karena tulus mengabdikan diri, sudah siapkah bekerja di daerah terisolir/perbatasan dan alih-alih menjadi dokter di perkotaan? Jika anda berpikir hidup menjadi dokter itu bergelimang harta karena pasiennya banyak, maka anda disarankan untuk pindah haluan dari awal. Banyak hal sebenarnya yang harus dipikirkan ulang ketika ingin menjadi dokter. Bukan hanya karena dipaksa orang tua yang ingin anaknya menjadi dokter. Jangan sampai sudah masuk namun keluar lagi lantaran otak dan mental tidak mampu. Hal ini terbukti ketika melihat teman seperjuangan yang akhirnya memutuskan keluar dari fakultas kedokteran di tahun kedua hanya karena dua alasan tersebut.

 Jika berbagai pertanyaan tadi sudah direnungkan, maka dengan bangga kami ucapkan "Selamat Datang Mahasiswa Terbaik Bangsa" di fakultas kedokteran. Ada beberapa tips sukses masuk dan bertahan di fakultas kedokteran, yaitu.

  1. Belajar sangat rajin dan berdo'a serta selalu mohon restu kedua orang tua. Melewati batas minimal nilai masuk (passing grade) fakultas kedokteran suatu universitas bukan hal mudah apalagi harus bersaing dengan siswa hebat lainnya. Hal ini membutuhkan semangat perjuangan belajar yang luar biasa. Buktikan adik-adik, bahwa takdir kalian berada di fakultas kedokteran.
  2. Lakukan uji coba hasil belajar kamu sebanyak mungkin dengan sering mengikuti try out dan membahas soal-soal ujian terdahulu dengan beragam pilihan fakultas kedokteran dari beragam universitas.
  3. Carilah info sebanyak mungkin tentang fakultas kedokteran yang ingin dimasuki termasuk rangkaian ujian menuju kesana. Jika lolos melalui SMPTN maka lebih baik. Jangan mudah menyerah dan percaya begitu saja “kata orang” terkait pembiayaan masuk di suatu fakultas kedokteran. Semua hal terkait biaya masuk dan SPP dapat ditanyakan melalui nomer telepon fakultas yang bersangkutan.
  4. Tegarkan mental ketika mendapatkan pengumuman tidak lolos ke fakultas kedokteran suatu universitas negeri, jangan menyerah, cari kembali informasi terkait “Ujian Masuk Mandiri” di setiap universitas karena sebagian besar universitas membuka jalur masuk mandiri. Jangan mudah percaya ketika ada kabar “biaya masuk sangat mahal” sebelum kamu klarifikasi kebenarannya. Bahkan kalau perlu kunjungi universitas yang menjadi targetmu agar mendapat informasi yang benar.
  5. Jangan senang dulu ketika sudah diterima di fakultas kedokteran karena setelah itu akan ada uji kesehatan, wawancara dan psikotes. Jika kamu memiliki sertifikat keahlian, maka bawa dan lampirkan sertifikat tersebut selama proses ujian kesehatan dan psikotes dilakukan.

Akhirnya…tidak menjadi dokter bukan berarti hidupmu akan hancur dan enggan melanjutkan kuliah. Tetap lanjutkan hidup dan timbalah ilmu lain. Jika kamu memang sangat ingin dan harus menjadi dokter, maka coba lagi ujian masuk tahun berikutnya namun pasang target bahwa kamu tidak boleh membuang waktu lebih dari dua tahun hanya karena harus menjadi dokter. Pikirkan total waktu yang harus dihabiskan untuk belajar menjadi dokter dapat mencapai 10 tahun ditambah masa penantianmu. Masih banyak jurusan yang menjanjikan kehidupan lebih baik dan nyaman dibandingkan menjadi seorang dokter. Satu hal lagi, ingat dan renungkan hal ini "Kamu belum tentu menjadi kaya dengan menjadi dokter! Kamu akan menjadi kaya karena kamu menghargai orang lain dan itu dapat dilakukan di semua fakultas!".
Posted by Unknown On 10.32 No comments

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Youtube

    Total Pageviews